Sabtu, 22 Agustus 2009

Menulis Cerpen

Sebuah penulisan yang hebat terkadang dimulai dari penulisan cerpen. Dari cerita pendek itulah seseorang mulai belajar untuk mengembangkan cerita dan kreatifitas imajinernya menjadi sebuah novel yang menarik. Bagaimanakah cara penulisan cerpen yang baik?

Perlu dicatat bahwa menulis cerpen bukan sekedar menyampaikan informasi. Inilah salah satu kesalahan yang sering dibuat oleh cerpenis pemula yang masih “lugu”, mereka berpikir bahwa cerpen hanyalah semacam media untuk menyampaikan informasi tertentu. Mereka hanya mengembangkan kalimat demi kalimat, dari yang hanya satu alinea menjadi beberapa halaman. Sehingga karya yang dihasilkan pun tak lebih dari deretan informasi demi informasi. Tak ada yang didapatkan oleh pembaca selain informasi yang datar-datar saja, tak ada pengalaman bathin, tak ada keindahan apapun yang dirasakan oleh pembaca.

Mari kita simak kedua contoh cerita berikut :
***
Cerita 1 :
AKu amat sakit hati, orangtuaku sepertinya tidak sayang padaku. Mereka tak pernah pedulu padaku. Aku minta dibelikan baju, jarang sekali dikabulkan. Padahal kalau saudaraku yang minta, selalu dikabulkan. Sebel deh! Kenapa mereka memperlakukan secara tidak adil seperti itu?

Cerita 2 :
Di rumah, aku seperti orang yang terlupakan. Aku ada, tapi seolah-olah tidak ada. Pernah ketika lebaran, ibu belanja baju-baju baru. Semua kebagian, kecuali aku. Alasan ibu, “Wah, ibu lupa membelikan kamu. Besok ya, ibu ke pasar lagi. Janji deh, ibu akan membelikan baju yang paling bagus buat kamu.”
Memang sih, ibu menepati janji. Tapi kejadian seperti itu bukan hanya sekali. Kedua kakakku selalu dipeluk dengan amat erat, dengan ucapan-ucapan yang amat membahagiakan. Tapi aku? Hanya dipeluk sekilas, lalu dilepas begitu saja. Aku tak merasakan sensasi apapun kecuali sentuhan fisik yang membuat leherku seperti tercekik.
***

Contoh nomor 2 terasa lebih indah dan berkesan di hati, karena bukan sekedar menyampaikan fakta, tapi penulis juga menuliskannya dengan kalimat-kalimat yang indah, unik, dan asyik dibaca. Pemilihan diksi yang tepat juga membuat cerita ini menjadi lebih renyah untuk dinikmati.

Bagaimana untuk bisa menulis cerita yang seperti itu? Salah satu kiatnya adalah dengan rajin membaca karya sastra yang bermutu. Bisa juga membaca buku-buku jenis lain. Apa saja, asalkan baik dan bermanfaat. Bacaan yang kita lahap sebenarnya ibarat amunisi yang membuat keahlian menulis kita semakin baik. Selain menambah wawasan/pengetahuan, membaca juga bisa membuat kita menemukan kosa kata baru, gaya bahasa baru, atau teknik bercerita yang baru.

Biasanya, seorang penulis akan mudah tertular oleh gaya bahasa yang dipakai oleh penulis lain setelah membaca buku-buku mereka. Tak akan ada orang yang bisa menjelaskan bagaimana semua itu terjadi. Semua itu berlangsung secara otomatis, dari alam bawah sadar kita. Kita tidak perlu khawatir, karena itu bukan menjiplak. Menjiplak adalah mengakui karya orang lain sebagai karya kita sendiri, atau mengutip tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Kalau sekadar terpengaruh oleh gaya penulis lain, itu sah-sah saja.

Kiat yang kedua adalah jangan terpaku hanya pada urusan JALAN CERITA. Itu penting, tapi yang terpenting adalah keindahan dan pengalaman bathin yang akan didapatkan oleh pembaca, karena cerpen adalah sebuah KARYA SENI. Dan sebagai karya seni, cerpen haruslah mengandung keindahan, harus meninggalkan kesan yang mendalam di hati pembacanya.

Semoga bermanfaat.


(sumber: Jonru / http://www.jonru.net/ )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar